Sebagai seorang manajer baru, pernahkah Anda merasa kewalahan dengan pikiran-pikiran negatif yang datang silih berganti? Memang, kita bicara sekitar 16,000 kata per hari, tetapi berapa banyak “kata-kata” yang tak terucapkan terus berputar dalam pikiran kita?
Apakah pikiran-pikiran dan emosi yang datang adalah kenyataan? Atau sekadar penilaian yang kita beri sendiri tanpa dasar?
- Pahami Realitas Inner Chatter (Obrolan Batin)
➔ Inner chatter sering kali dianggap sebagai hal negatif yang sebaiknya ditekan dalam dunia kerja, terutama oleh seorang pemimpin yang diharapkan selalu tenang. Namun, sebenarnya obrolan batin ini adalah bagian alami dari manusia, dirancang untuk memecahkan masalah dan mencegah hal-hal buruk. Tantangan sebenarnya bukan pada ada atau tidaknya pikiran ini, tetapi apakah kita “terperangkap” olehnya, seperti ikan yang tersangkut kail. - Ketidakefektifan Strategi Manajemen Diri yang Populer
➔ Banyak manajer mencoba “memperbaiki” tantangan emosi ini dengan cara menghindarinya—seperti dengan afirmasi positif atau tenggelam dalam pekerjaan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa semakin kita mencoba menghindar, semakin pikiran itu menguat. Alih-alih mengurangi, strategi seperti ini malah meningkatkan intensitas pikiran negatif. - Mengembangkan Agilitas Emosional
➔ Pemimpin yang efektif tidak menyangkal atau mencoba menekan pengalaman batinnya. Sebaliknya, mereka bersikap mindful, berorientasi pada nilai, dan merespon dengan cara produktif. Inilah yang disebut agilitas emosional—kemampuan untuk mengelola pikiran dan emosi dengan efektif, yang berperan penting dalam meredakan stres, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan kinerja. - Kenali Pola Anda Sendiri
➔ Langkah pertama dalam mengembangkan agilitas emosional adalah menyadari kapan kita “terperangkap” oleh pikiran dan perasaan. Ini tidak mudah, tetapi ada tanda-tanda khusus yang bisa kita perhatikan. Salah satunya adalah ketika pikiran kita mulai kaku dan berulang, seperti rekaman yang terus memutar kritik diri. - Labeli Pikiran dan Emosi
➔ Saat kita “terperangkap,” pikiran dan perasaan kita memenuhi kepala, membuat kita sulit untuk memandangnya secara objektif. Cobalah memberi label, misalnya “Saya sedang berpikir bahwa saya tidak cukup baik” daripada “Saya tidak cukup baik.” Ini membantu kita melihat pikiran dan perasaan sebagai data sementara yang bisa kita pilih untuk tidak dihiraukan. - Terima Tanpa Tindakan
➔ Berlawanan dari kontrol adalah penerimaan. Bukan berarti kita menyerah pada hal negatif, tetapi kita merespon pikiran dan emosi dengan sikap terbuka. Biarkan diri Anda merasakannya dengan penuh penerimaan. Ambil napas dalam-dalam dan fokus pada apa yang terjadi saat itu. - Anggap Pikiran dan Emosi Sebagai Awan yang Berlalu
➔ Bayangkan pikiran dan emosi seperti awan yang berlalu di langit biru. Kadang langit cerah, kadang mendung, tetapi awan akan selalu bergerak dan berlalu. Dengan melihat pikiran dan emosi seperti ini, kita bisa membiarkannya pergi tanpa harus “terperangkap.”
Mengembangkan emotional agility adalah langkah penting bagi kita sebagai manajer baru. Dengan menyadari pola, memberi label, menerima, dan membiarkan pikiran negatif berlalu, kita bisa lebih baik dalam mengelola emosi di tempat kerja. Ini adalah kunci untuk menghadapi tantangan dengan kepala dingin dan membangun ketahanan sebagai seorang pemimpin.